Tegal Lan


Desa Kedokan Sayang

Nyunati Poci

Budaya Hajatan Khas Orang Tegal

Dari sekian banyak kebiasaan yang akhirnya membudaya di Tegal di antaranya adalah Nyunati Poci . Bagi orang lain ( bukan orang Tegal ) kata itu, baik didengar maupun diucapkan terasa aneh, menggelikan, lucu, atau barangkali membingungkan. Sebagai orang Tegal saya sendiri awalnya mendengar kata itu terasa bernuansa mengada-ada. Akan tetapi demikianlah yang akhirnya meluas di masyarakat Tegal. Setahu saya, barangkali belum ada referensi yang membahas tentang ini. Seandainya ada itu masih langka. Langka yang saya maksud bukan langka dialek Tegalan. Langka/ laka dalam dialek Tegalan artinya tidak ada atau tidak dapat ditemukan, sedangkan langka yang saya maksud jarang. Sebagai orang asli Tegal saya ingin melengkapi barangkali hal ini sudah atau pernah ditulis orang. Siapa tahu di kemudian hari bermanfaat bagi orang lain, sekali gus ikut mengenalkan budaya Tegalan pada orang lain. Namun dalam membahas masalah ini, tidak saya sampaikan secara ilmiah mengingat sumber yang saya dapatkan secara lisan ketika saya masih usia belasan tahun. Barangkali suatu saat nanti saya dapat menulisnya dalam bentuk yang lebih lengkap.

Saya lahir dan hidup di Tegal, namun untuk alasan tertentu saya tidak menyebut desa dan RT/Rw di mana saya tinggal dan untuk menghindari hal yang kurang berkenan dalam membahas Nyunati Poci, saya tidak menyebut tempat secara jelas.

Untuk membahas Nyunati Poci akan dibahas beberapa hal yang merupakan ikhwal munculnya Nyunati Poci. Yaitu Orang Mlastar, Grompol, Nyunati Poci.

Orang Mlastar

Tentang orang mlastar sudah dijelaskan dalam tulisan sebelumnya pada Tegal Bukan Tegel, Orang Tegal Tidak Tegelan. Untuk menjadi orang mlastar tidak dapat dipelajari dengan teori tertentu. Biasanya orang akan menjadi mlastar dengan sendirinya, bawaan dari sana atau karena bergaul dengan orang-orang mlastar, maka lama-lama akan menjadi orang mlastar. Sebenarnya siapa pun dapat menjadi orang mlastar, hanya karena orang mlastar sebagian memiliki kebiasaan kurang baik, maka kesannya orang mlastar itu negatif. Sebenarnya banyak juga orang mlastar yang kesannya positif. Mereka ini biasanya dalam hal yang positif tidak akan tanggung-tanggung dalam berbuat. Misalnya, jika ada orang yang perlu bantuan mereka akan memberi bantuan tanpa menghitung untung rugi. Begitu juga jika dimintai sumbangan untuk kegiatan agama juga akan memberi seketika tanpa menimbang-nimbang. Sampai sekarang sikap mlastar masih dijalankan orang. Hanya dalam kehidupan sehari-hari lebih tampak orang mlastar yang mempunyai kesan, maaf agak negatif. Misal gemar minum, berjudi, atau tidak taat pada agama.

Grompol

Grompol diartikan berkumpul bareng untuk melakukan sesuatu kegiatan. Grompol ini merupakan cikal bakal munculnya Nyunati Poci. Di awal tahun 1970-an dalam perkembangannya, kata grompol mengalami pergeseran arti. Arti yang semula berkumpul atau ngumpul-ngumpul dalam dialek Tegalan, bergeser artinya menjadi berkonotasi negatif. Yaitu hajatan yang disertai berkumpulnya orang-orang mlastar yang gemar main kartu alias berjudi tanpa ada yang dihajati. Setiap ada hajatan atau duwe gawe baik mantu atau khitanan mereka selalu datang, terus dilanjutkan main judi di rumah yang punya hajat. Tuan rumah yang memperbolehkan rumahnya dijadikan tempat berjudi biasanya orang mlastar juga atau tuan rumah yang tidak menjalankan agama. Para penjudi orang-orang mlastar ini diberi tempat di ruangan yang tidak dapat dilihat orang dari luar atau oleh para tamu undangan. Tuan rumah akan memperoleh keuntungan dari para penjudi yaitu berupa uang pemotongan dari taruhan setiap satu putaran permainan kartu. Di Tegal uang semacam itu disebut cuk. Cuk ini merupakan uang upeti dari para penjudi. Karena tuan rumah memperoleh cuk maka segala keperluan makan dan minum para penjudi ini ditanggung tuan rumah.

Kebiasaan hajatan dengan menyediakan tempat untuk main kartu, merupakan arena kumpul atau reuni para mlastar yang gemar main judi kartu. Bahkan ada tuan rumah yang sengaja menyediakan tempat berjudi untuk beberapa kelompok. Pada umumnya stiap kelompok terdiri dari empat orang penjudi yang disebut satu rambuan. Di desa tetangga desa saya, tetapi berbeda kecamatan, banyak para mlastar sehingga orang-orang mlastar dari desa lain termasuk dari desa saya sering mengadakan pertemuan di desa tersebut, bahkan ada orang-orang dari daerah lain seperti dari wilayah kota ( lihat orang Tegal Bukan Tegel, Orang Tegal Tidak Tegelan ).

Karena terlalu lama menunggu untuk berkumpul jika ada orang punya hajatan ,mantu atau khitanan, akhirnya mereka membuat wadah pertemuan untuk bermain kartu. Yaitu salah satu dari mereka dengan suka rela mengadakan hajatan tanpa harus mantu atau khitanan. Soal biaya ditanggung tuan rumah dan uang cuk dari hasil berjudi. Tuan rumah juga mengundang tamu undangan lain layaknya orang hajatan biasa. Bedanya kalau hajatan biasa ada yang dikhitan atau yang dinikahkan, hajatan ini tidak ada siapa pun yang dihajati.

Hajatan para mlastar ini bergilir tempatnya karena mereka dalam bermain kartu kadang sampai satu minggu di empunya hajatan. Maka giliran berikutnya kadang dua minggu atau satu bulan baru dimulai lagi. Hajatan semacam ini disebut grompol. Yaitu hajatannya orang-orang mlastar untuk berkumpul dan wadah bermain judi. Grompol ini awalnya terjadi di daerah Tegal pantura. Grompol itulah yang merupakan cikal bakalnya Nyunati poci di tahun tujuh puluhan. Sekarang sejalan dengan gencarnya kepolisian merazia perjudian dalam segala bentuk, hajatan semacam ini jarang dilakukan. Kebiasaan berjudi para mlastar beralih ke taruahan dalam pilkades. Kegiatan hajatan ala para mlastar berubah sejak tahun tujuhpuluhan menjadi nyunati poci.

Nyunati Poci

Pada tahun 1970-an, grompol memiliki kesan negatif karena dalam hajatan itu disertai arena judi. Dalam perkembangan berikutnya mulai diikuti oleh orang biasa ( bukan orang mlastar ). Hal ini dilakukan orang karena sangat menguntungkan dilihat dari alasan ekonomis. Dengan demikian grompol yang ini berbeda dengan grompol sebelumnya. Bedanya, grompolnya orang mlastar bertujuan untuk tempat perjudian sedangkan yang baru tidak ada orang main kartu alias judi, alasan utama adalah menarik dana dari tamu undangan.

Awalnya orang di luar para mlastar dipandang negatif jika mengadakan hajatan ini karena tanpa ada hajat apapun mengadakan hajatan. Kesannya seolah-olah hanya akan mencari uang saja.

Namun, hari demi hari orang yang mengadakan hajatan semcam ini semakin banyak. Mulanya diadakannya hajatan ini, hanya ikut-ikutan saja. Lalu bergeser menjadi hajatan yang bernuansa ekonomi. Artinya memiliki keuntungan secara ekonomi yaitu uang. Karena sudah mempernghitungkan uang, maka dalam segala hal dihemat termasuk dalam memberi suguhan kepada para tamu. Yang penting setelah selesai hajatan memperoleh keuntungan atau laba. Mereka mengundang sanak saudara, teman, baik di tempat dekat maupun jauh.

Berikutnya semakin banyak orang mengikuti hajatan tersebut. Bahkan akhirnya menjadi tren baru atau hajatan jenis baru. Karena orang yang mengadakan grompol itu mengudang para tamu bahkan kadang waktunya bersamaan dengan yang lain. Terkadang dalam satu desa dalam satu malam atau satu minggu ada dua sampai tiga orang lebih.

Akibatnya masyarakat yang menjadi tamu ini mulai banyak mengeluh. Mereka merasakan tambah banyak beban untuk kondangan. Mereka mulai agak sinis melihat orang yang mengadakan hajatan cara ini sebab dianggap mulai memberatkan, menambah anggaran untuk kondangan. Tinggal hitung saja berapa puluh ribu rupiah harus dikeluarkan untuk kondangan jika dalam satu hari ada dua orang hajatan dalam satu desa. Belum lagi ditambah dari desa lain yang mengadakan hajatan pada hari yang sama pula. Karena alasan teman atau saudara tak ada alasan untuk tidak kondangan. Apa lagi yang sudah kepotangan, mereka wajib hadir jika diundang. Dengan demikian masyarakat harus menanggung biaya kondangan, di samping biaya hidup sehari-hari.

Di desa-desa sekitar pantura, orang-orang pada ikut-ikutan menggelar hajatan ala orang mlastar. Warga pun ada yang dalam satu hari mendapat dua sampai tiga unadangan untuk menghadiri hajatan yang dikenal grompol. Karena merasa kesal dan agak dongkokol jika mendapat undangan semacam ini, mereka menjawab asal saja bila ditanya tetangga atau teman. Misal si A mendapat undangan hajatan dari B lalu C bertanya pada A,“ Hajatan apa yang akan diadakan oleh B ? “ A jadi bingung untuk menjawabnya karena kebetulan dia tahu bahwa B tidak akan menghitankan anak, apa lagi mantu. “Nyunati Poci ,“ jawab A sekenanya. Tetangga B pun karena kesal dan merasa tidak ada dana untuk kondangan akhirnya memberi jawaban sekali gus ejekan, “ Nyunati Poci ,“ jawabnya jika ditanya orang. Kata-kata itulah yang saya dengar saat saya berumur belasan tahun dari kakak saya yang menetap di desa tetangga. Suatu hari dia memberitahukan kepada kakak saya yang lain bahwa dia akan mengadakan hajatan seperti yang dilakukan orang di desanya ( grompol )dan setelah saya tanyakan pada kakak saya yang lain jawabnya akan Nyunati Poci. Saat itu saya merasakan aneh dan tak habis pikir, poci kok disunati. Lama saya berpikir mengapa poci disunati ? Setelah waktu yang ditentukan tiba, saya ingin sekali datang ke rumah kakak yang di sebelah utara desa saya. Jarak desa saya dengan kakak hanya dipisahkan oleh jalan raya. Kalau dihitung jaraknya dari rumah saya kurang dari setengah kilo meter.

Pertama kali datang, saya masuk ruang tengah, dalam pikiran saya ada poci besar dengan cerat yang siap dipotong oleh dukun sunat, namun tidak ditemukan yang saya cari.

Ternyata kata `Nyunati Poci` hanya ejekan tetangga dan jawaban orang lain yang kesal karena mendapat undangan hajatan seperti itu. Mengapa orang memakai kata poci bukan kendi atau ketel ? Mungkin poci itu benda yang dianggap paling sering dijumpai di Tegal. Di Tegal hampir setiap rumah memiliki poci, baik poci khas Tegal maupun poci beling. Sekarang dengan semakin sulit dan mahalnya harga poci tegalan maka yang masih poci beling atau porselin.

Poci menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti tempat air minum bercerat dibuat dari tembikar untuk menyeduh kopi, teh, dsb. Cerat adalah bagian dari poci tempat keluar air dari poci. Karena ujung cerat itu menyerupai alat kelamin anak laki-laki yang belum di sunat, orang berasosiasi bahwa poci dapat disunat. Itulah kenapa orang-orang saat itu menjawab nyunati poci jika ditanya orang lain sekali gus berolok. Nyunati Poci yang mula-mula untuk berolok atau melampiaskan kekesalan menjadi menyebar dan semakin populer.

Setelah beberapa tahun kemudian istilah nyunati poci tidak lagi dianggap negatif . Siapa pun orangnya tidak risi untuk menggelar hajatan ini. Tentu bukan karena tanpa alasan. Karena seringnya diundang dalam hajatan ini, orang yang kondangan merasa telah mengeluarkan uang banyak. Kalau mereka harus menjadi tamu undangan terus menerus berarti tidak adil sebab mereka yang mengundang selalu dapat sumbangan dari tamu undangan. Lagi pula kalau harus menarik uang itu menunggu sampai anaknya dikhitan atau mantu terlalu lama sebab belum tentu punya anak yang siap dikhitan atau dinikahkan. Dan pula, kalau terlalu lama, misalnya tiga atau lima tahun kemudian baru mengadakan hajatan, orang-orang yang dulu pernah mengundang akan lupa berapa uang kondangannya dulu dan itu berarti rugi.

Di Tegal, bagi sebagian orang, khususnya dari golongan ekonomi menengah ke bawah, kondangan berarti menitipkan uang meski sifatnya tidak resmi. Orang yang pernah dikondangi berarti orang itu berhutang pada yang kondangan dalam dialek tegalan disebut kepotangan. Suatu saat orang tersebut akan bergantian mengudang dan orang yang pernah mengundang harus datang jika gantian diundang, disebut nyaur dalam dialek tegalan. Akibatnya dengan perhitungan secara ekonomi, bagi yang sering kondangan merasa sudah banyak uang yang diinvestasikan, maka akan segera menggelar hajatan atau nyunati poci. Bahkan ada yang berpikir lebih baik menggelar nyunati poci daripada harus pinjam uang di bank atau lewat orang lain dalam jumlah besar. Sebab hutang di bank harus memikirkan cicilan tiap bulan beserta bunganya.

Dengan semakin berkembangnya pemikiran orang bahwa nyunati poci tidak lagi negatif dan dapat dijadikan ajang untuk mencari modal usaha atau yang lain. Orang-orang tidak merasa lagi dibebani adanya kondangan. Mereka mulai mengerti seola-olah kondangan itu merupakan cara berinvestasi yang nantinya dapat ditarik kembali dananya di saat ada kebutuhan. Misalnya untuk modal membuat rumah, membeli barang lain, modal usaha dan lain-lain orang akan mengadakan hajatan tanpa harus mengkhitankan anak atau menikahkan anak.

Waktu mengadakan hajatan pun tidak sembarang waktu, biasanya pada bulan-bulan tertentu. Di desa seperti desa tetangga yang orangnya gemar nyunati poci, hajatan ini merupakan arisan yang tak terkordinir. Artinya secara bergantian warga akan mengadakan hajatan.

Syarat-syarat untuk mengadakan hajatan cara ini pun secara alami muncul yaitu harus orang yang sering/ rajin gandegan atau kondangan. Jangan harap akan banyak tamunya jika si empunya hajat tidak pernah kondangan.

Sampai sekarang ini tradisi nyunati poci masih dijalankan orang meskipun kadang menggunakan istilah baru yaitu muputi umah.

Tentang muputi umah belum dapat diulas dalam tulisan ini, mudah-mudahan dalam kesempatan lain.

Tegal Bukan Tegel, Orang Tegal Tidak Tegelan

Sementara ini orang mengenal Tegal sebagai bahan lawakan atau logat bicra kunyol yang dapat memancing orang tertawa atau terbahak-bahak dalam pentas lawak. Hal ini membuat kesan atau image Tegal seperti sesuatu yang aneh. Namun demikian apapun dampak dari lawakan itu terlepas dari kesan positip ataupun negatif mempunyai nilai plus bagi Tegal itu sendiri. Tegal memiliki nilai jual, Tegal memiliki makna dan dapat mengantar ketenaran seseorang. Contoh nyata Cici Tegal yang nota bene bukan orang Tegal dengan mengibarkan bendera Tegal di belakang namanya, dia menjadi melejit. Sebenarnya di era tujuh puluhan seorang bintang film bernama Parto menambah nama belakangnya dengan Tegal menjadi Parto Tegal. Parto dan Cici Tegal dua orang yang mengibarkan kata Tegal lewat dunia keartisan. Setidak-tidaknya mereka ini secara langsung orang yang ikut berjasa memasyarakatkan Tegal sehingga Tegal dikenal orang. Parto Tegal dan Cici Tegal sebenarnya dua orang yang berbeda latar belakang. Parto asli orang Tegal sedangkan Cici Tegal bukan orang Tegal. Bagi orang yang tidak pernah ke Tegal secara langsung, mungkin akan mengira bahwa logat/ dialek Tegal seperti logat Cici Tegal. Bagi orang asli Tegal sendiri mungkin akan menilai lain. Sebenarnya logat yang disampaikan Cici Tegal lebih tampak logat Banyumasan. Hal ini terlihat dari intonasi yang sangat medok, aksen yang kentara ala Banyumasan. Namun demikian tidak dipungkiri orang-orang Tegal sebelah selatan atau di kaki Gunung Slamet barang kali mirip banyumasan, tetapi bebeda dalam kosa katanya. Kosa kata dialek Tegal berbeda dengan dialek Banyumasan meskipun kadang ada kata-kata yang sama dipakai pada kedua dialek tersebut. Kata saya di Banyumas inyong di Tegal nyong atau aku. Ko yang berarti kamu dalam dialek Banyumasan, koen/ kowen dalam dialek Tegal berarti sama yaitu kamu. Akan tetapi, ada kata yang sama sekali tidak ada dalam dialek Banyumasan seperti kata acan yang pemakaiannya digabung dengan kata lain, misal ora acan-acan, belih mempan belih acan dan lain-lain. Sebaliknya seperti kata cempuleke yang dipakai dalam dialek Banyumasan tidak ada dalam dialek Tegal.

Di Jakarta, Tegal lebih populer dibandingkan dengan daerah lain, barangkali. Hal ini karena di sana banyak orang Tegal membuka warung Tegal. Di sanalah logat atau dialek Tegal yang asli dapat kita temukan. Mengapa demikian ? Di daearah yang banyak warung Tegal di situlah komunitas Tegal berada meskipun ada juga orang dari Pemalang atau orang dari Brebes membuka warung Tegal. Dari kedua daerah tersebut orang Brebes sebelah Utara bagian Timur logatnya hampir sama persis dengan logat Tegal. Mereka membaur menjadi satu. Di daerah lain orang ketiga daerah yaitu Tegal, Brebes, Pemalang jika bertemu akan menjadi satu komunitas. Mereka akan membaur menjadi satu komunitas meski mereka berasl dari daerah yang berbeda. Mungkin karena dialek mereka hampir sama persis.

Sebenarnya masih banyak orang-orang Tegal yang ikut mempopulerkan Tegal meski mereka tanpa menambahkan namanya dengan kata Tegal. Contohnya Jamal Bulet lewat kata nang kene kiyeh yang populer lewat sebuah sinetron, Imam Tantowi dengan Misteri Gunung Merapinya membawa pemirsa menyusuri wilayah Tegal. Mereka itulah orang asli Tegal yang secara langsung juga ikut mempopulerkan Tegal di daerah lain. Masih banyak yang lain yang tidak disebutkan dalam catatan ini. Lalu bagaimanakah Tegal yang sebenarnya, terlepas dari dunia lawak dan keartisan ?

Ada juga sebagian orang yang menganggap orang Tegal itu tegel ( tega, kejam, tak punya perasaan). Maka kalau sudah demikian orang Tegal akan mengalami masalah besar karena dikira tidak punya perasaan alias tegel. Padahal jika kita mau jujur orang dari mana pun meskipun bukan orang Tegal bisa saja mempunyai sifat tegel. Orang Yogya atau solo atau yang lain yang dialeknya dianggap lebih halus dapat pula mempunyai sifat tegel atau tak berperasaan. Contoh nyata ketika awal reformasi, di daerah yang konon katanya orangnya ramah, dialek atau bahasa daaerahnya halus, di situ terjadi bakar-membakar yang dilakukan oleh orang yang dari daerah itu sendiri. Akan tetapi bagaimana dengan di Tegal ? Alhamdulillah orang tegal masih mampu membuktikan bahwa orang Tegal tidak tegelan, alias tidak terjadi apa-apa di Tegal.

Lewat Tulisan ini kami ingin melengkapi tentang tegal yang barang kali sudah ditulis orang lain di situs-situs tegalan.

Tegal dan Orang Tegal

Yang dimaksud Tegal yaitu Kabupaten Tegal dan Kota Tegal. Secara geografis wilayah Kota Tegal berada di sepanjang Jalan Pantura. Kabupaten Tegal dari Pantura sampai ke Selatan Sampai Prupuk. Kota dan Kabupaten Tegal asalnya satu wilayah, Tegal.

Orang Tegal yaitu orang yang berasal dari Kabupaten dan Kota Tegal. Ditinjau dari pemerintahan berbeda akan tetapi ditinjau dari dialek dan tradisi atau budaya serta perilaku tidak berbeda. Orang-0rang Tegal yang dari daerah selatan atau di daerah atas seperti Bojong, Bumijawa, Jati Negara, Margasari, Balapulang, dll.gemar plesiran ke utara seperti ke PAI atau ke Pur In untuk berwisata pantai. Sebaliknya orang-orang Tegal bagian utara atau pantura gemar plesiran ke atas seperti ke Guci atau sengaja bersepeda baik motor maupun ontel untuk berekreasi alam pegunungan.

Orang Tegal baik laki-laki atau perempuan mempunyai jiwa mlastar

Wong mlastar adalah sebutan untuk orang-orang Tegal yang mempunyai jiwa mlastar. Definisi mlastar sulit untuk didefinisikan tapi kira-kira sebagai berikut. Orang yang mlastar biasanya rapi penampilannya, gemar nraktir teman, suka menolong, tidak pelit, gemar makan di warung/ ngrusmen, suka kumpul-kumpul dengan teman, dan lain-lain. Hanya saja kadang-kadang orang karena orang nlastar kesannya boros maka citranya agak negatif. Akan tetapi jiwa rela berkorban atau sunya ada pada orang Tegal selalu ada apalgi kalau saudara ada yang kesusahan bagi orang mlastar akan segera menolong tanpa pikir-pikir panjang.

Budaya Unik di Tegal

Moci

Orang Tegal yang laki-laki dan sebagian permpuan gemar moci. Artinya suka minum teh yang dibuat di dalam poci khas Tegal, tetapi karena poci khas Tegal agak susah dalam perwatannya maka sekarang ini yang penting pakai poci apa saja. Yang laki-laki biasanya moci di warung-warung makan atau warteg sedangkan yang permepuan biasanya moci di rumah. Jika moci di warung biasanya mereka punya cara duduk unik juga yaitu kaki kanan ditekuk dan telapak kakinya diletakkan di sebelah pinggul sehingga lututnya dapat menyangga lengan tangan kanan. Itulah cara moci yang sangat nikmat. Hanya saja bagi orang yang bukan dari Tegal dianggap sikap duduk yang kurang sopan tapi jika orang Tegal sedang moci itulah duduk khas. Ketika sedang moci, mereka menyukai teh kental istilah tegalnya Buket.

Ngrusmen

Sebelum terkenal dengan warteg warung makan di Tegal disebut rusmenan. Maka jika orang makan di warung makan disebut sedang ngrusmen. Di rusmenan biasanya disediakan nasi gulai khas Tegal yaitu ada tulang rusuk kambingnya, teh poci gula batu, rempeyek kacang jebril, gedang ijo dan sebagainya. Setelah tahun delapan puluhan sebutan rusmenan menjadi warteg. Karena kebiasaan ngrusmen maka jangan heran jika warung makan banyak dijumpai di Tegal di desa ngadug di kota njagad, saporete.

Sebenarnya masih banyak yang belum kami uraikan dalam tulisan ini. Mudah-mudahan dapat kami ulas dalam tulisan yang lain.

20 Tanggapan

  1. Lumayan mbah
    He………he……….

  2. Bnr pak..kudu dilurusna..wlopun keaneragaman wong tegal..tp ak ttp pede ko gadi wong tegal wlo uripe rantau..sbb kari laka wong tegal (WARTEG) jakarta pada kelaparan lho pak..wkwkwkkwkwkwk

  3. mengapa sih tidak ada tentang macam-macam permainan khas yang ada di Tegal…………….???????????????

    saya merasa prihatin tentang permainan yang hampir punah itu……………………………………………

  4. Blognya Lumayan wis

  5. Ikut nimbrung a..h.ga pa2 kan..? Pa.zen bisa ga di tambah artikel lagi tengang HOME INDUSTRI tegal,n OBJEK WISATA tegal,beserta gambarnya.kunjungi aja wilkipedia pa.

  6. Ada keunikan lain sebetulnya mas, yaitu ttg nama biasane wong tegal asli ya nganggo 2 suku kata saja, misale : Darjo, Kurdi, Siyem, Kliwon, Tarmah, he he he jarene wong-wong tuane nyong….

  7. nembe krungu nyunati poci…tapi angger puput umah sering krungu.
    potangan, gandegan…kosakata yg lama tidak saya dengar.

  8. wis ora usah pada ribut istilah kaya kuwe, sing penting pada waras wareg trus slamet, wis bombongan bae,….aja dugal dugal, ngko mantakan waduke lara, gering taunen, watuk watuk mriang, wudunen, sekelen, mimisen trus bisa mbabrah mrana mrana.
    sing bombong, sing bombong sedulur.

    mugah mugahan ana bae wong sing gelem peduli karo budaya tegal, wis kaya kuwe thok,.
    wis semen bae yah,

    tulung tilikna situse aku ning, wildanoke.multiply.com, apa rapitegalwil14.blogspot.com.

    makasih sedulur.

  9. <<<melu nampang

  10. iya kyeeh.. nembe krungu istilah.. nyunati poci…!! apane sing di sunati yaa…!!
    yen bisa tambahi maning oo… neng tegal kn akeh home industri kn…. endah tegal tambah majua ooo… tur terkenal neng jagad raya… he he he…..

  11. suwun mas bloge apik kiye…..aku tertarik karo diskusi neng nduwur mengenai parto lan cici, terus terang aku belih patiya seneng karo wong loro kuwe karena nggawe basa tegal lan wong tegal termarjinalisasi, ana kesan basa tegal kuwe kampungan padahal kan basa tegal juga ana sastrane, tugase kulo sampeyan sedoyo nggo ngangkat image wong neng kene maring tegal he he……

    maca blog kiye dadi kangen karo soto tegal lan sate nyam nyam……

    • Kayane angger wong tega masalah cici karo parto penileane ya kaya kue. Terma kasih Kang Ali bisa dolan neng blog kiye. Selamat beraktivitas muga-muga sukses, akeh rejekine, sehat, amin

  12. Enyooong,Sukir dr JATILAWANG, kElas 9D……
    salam buat my prend…… sing ana neng JATILAWANG…. kro KANYUL ka2nge aku sing gagah dwek tp soak………

    Terima Kasih…..

  13. tapi temenan koh neng purwokerto be ngarani wong tegal kue kejem-kejem..
    Soto tegale ora di tulis sekalian um?wis ngendi-ngendi paling enak kue soto tegal..

  14. Ny0ng bangga gadi w0ng Tegal

    • Makasih, kang, pada bae, bisane ana blog kiye ya karna bangga dadi wong tegal. terima kasih bisa teka neng blog kiye. muga-muga sampeyan akeh rejekine, sehat awake lan batine, sukses sakabehe.

Tinggalkan Balasan ke inyong Batalkan balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

blogezaenall

Just another WordPress.com site

akhmadsekhu's Blog

"Kita Harus Menulis karena Hidup sekali Harus Berarti"

blog tegal lan

bacalah dengan menyebut nama Alloh